Tuesday, October 12, 2010

Tugas Sosiologi: Nilai dan Norma

Nama : Maulidia Aisah Agustina

Kelas : X+9

No Absensi : 21

1. Pengertian Nilai dan Norma

Menurut saya, nilai adalah suatu perbuatan atau tindakan yang oleh masyarakat dianggap baik. Dalam setiap masyarakat, nilai tidak selalu sama, karena nilai di masyarakat tertentu dianggap baik tapi dapat dianggap tidak baik dimasyarakat lain.

Sementara norma adalah suatu petunjuk hidup yang berisi larangan maupun perintah.

Yang membedakan nilai dan norma adalah nilai merupakan sesuatu yang baik, diinginkan, dicita- citakan dan dipentingkan oleh masyarakat. Sedangkan norma adalah kaidah atau pedoman untuk mewujudkan keinginan dan cita-cita tersebut.

2. Pelaksanaan Nilai dan Norma Pada Masyarakat Indonesia

Di dalam masyarakat yang terus berkembang, nilai senantiasa ikut berubah. Pergeseran nilai dalam banyak hal juga akan mempengaruhi kebiasaan-kebiasaan ataupun tata kelakuan yang berlaku dalam masyarakat. Di wilayah perdesaan, sejak berbagai siaran dan tayangan televisi swasta mulai dikenal, perlahan-lahan terlihat bahwa di dalam masyarakat itu mulai terjadi pergesaran nilai, misalnya tentang kesopanan. Tayangan-tayangan yang didominasi oleh sinetron-sinetron mutakhir yang acapkali memperlihatkan artis-artis yang berpakaian relatif terbuka, sedikit banyak menyebabkan batas-batas toleransi masyarakat menjadi semakin longgar. Kaum remaja yang pada mulanya berpakaian normal, menjadi ikut latah berpakaian minim dan terkesan makin berani. Model rambut panjang kehitaman yang dulu menjadi kebanggaan gadis-gadis desa, mungkin sekarang telah dianggap sebagai simbol ketertinggalan. Sebagai gantinya, yang sekarang dianggap trendi dan sesuai dengan konteks zaman sekarang (modern) adalah model rambut pendek dengan warna pirang atau kocoklat-coklatan. Jadi berubahnya nilai akan berpengaruh terhadap norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.

Ada berbagai norma yang berlaku pada masyarakat Indonesia, antara lain adalah sebagai berikut:

a. Norma Agama

Yakni peraturan hidup yang harus diterima manusia sebagai perintah, larangan, dan ajaran yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Pelanggaran terhadap norma ini akan mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Esa berupa siksa di akhirat. Contoh norma agama adalah: dilarang membunuh, dilarang mencuri, dilarang menipu, dan lain-lain.

b. Norma Kesusilaan

Yakni peraturan hidup yang berasal dari suara hati sanubari manusia. Pelanggaran terhadap norma ini ialah pelanggaran perasaan yang berakibat penyesalan. Contih norma kesusilaan adalah: harus berlaku jujur, harus berbuat baik ke sesama manusia, dan lain-lain.

c. Norma Kesopanan

Yakni peraturan hidup yang berasal dari masyarakat sendiri untuk mengatur pergaulan sehingga masing-masing anggota masyarakat saling hormat menghormati. Pelanggaran terhadap norma ini ialah dicela sesamanya. Contoh norma kesopanan adalah: jangan makan sambil berbicara, memberi tempat terlebih dahulu kepada wanita di dalam bis dan kereta api, dan lain-lain.

d. Norma Hukum

Yakni peraturan hidup yang timbul dan dibuat oleh lembaga kekuasaan negara. Contoh norma hukum adalah: barang siapa yg melakukan pencurian, dihukum setinggi-tingginya 5 tahun, dan lain-lain.

Thursday, February 11, 2010

Larangan Merayakan Hari Valentine

Boleh jadi tanggal 14 Pebruari setiap tahunnya merupakan hari yang ditunggu-tunggu oleh banyak remaja, baik di negeri ini maupun di berbagai belahan bumi. Sebab hari itu banyak dipercaya orang sebagai hari untuk mengungkapkan rasa kasih sayang. Itulah hari valentine, sebuah hari di mana orang-orang di barat sana menjadikannya sebagai fokus untuk mengungkapkan rasa kasih sayang.

Dan seiring dengan masuknya beragam gaya hidup barat ke dunia Islam, perayaan hari valentine pun ikut mendapatkan sambutan hangat, terutama dari kalangan remaja ABG. Bertukar bingkisan valentine, semarak warna pink, ucapan rasa kasih sayang, ungkapan cinta dengan berbagai ekspresinya, menyemarakkan suasan valentine setiap tahunnya, bahkan di kalangan remaja muslim sekali pun.

Di Indonesia pun demikian…warna pink mendominasi banyak pusat perbelanjaan menjelang 14 Pebruari ini. Bahkan, banyak yang sudah memasang pernak pernik tersebut sejak akhir Januari/awal Pebruari ini.

Perayaan Valentine’s Say adalah Bagian dari Syiar Agama Nasrani. Valentine’s Day menurut literatur ilmiah, menunjukkan bahwa perayaan itu bagian dari simbol agama Nasrani.

Bahkan jika kita mau dirunut ke belakang, sejarahnya berasal dari upacara ritual agama Romawi kuno. Adalah Paus Gelasius I pada tahun 496 yang memasukkan upacara ritual Romawi kuno ke dalam agama Nasrani, sehingga sejak itu secara resmi agama Nasrani memiliki hari raya baru yang bernama Valentine’s Day.

The Encyclopedia Britania, vol. 12, sub judul: Chistianity, menuliskan penjelasan sebagai berikut: “Agar lebih mendekatkan lagi kepada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (The World Encylopedia 1998).

Keterangan seperti ini bukan keterangan yang mengada-ada, sebab rujukannya bersumber dari kalangan barat sendiri. Dan keterangan ini menjelaskan kepada kita, bahwa perayaan hari valentine itu berasal dari ritual agama Nasrani secara resmi. Dan sumber utamanya berasal dari ritual Romawi kuno. Sementara di dalam tatanan aqidah Islam, seorang muslim diharamkan ikut merayakan hari besar pemeluk agama lain, baik agama Nasrani ataupun agama paganis (penyembah berhala) dari Romawi kuno.

Katakanlah: “Hai orang-orang kafir. Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang Aku sembah. Dan Aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang Aku sembah. Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku.” (QS. Al-Kafirun(109): 1-6)

Kalau dibanding dengan perayaan natal, sebenarnya nyaris tidak ada bedanya. Natal dan Valentine sama-sama sebuah ritual agama milik umat Kristiani. Sehingga (banyak ulama berpendapat) seharusnya pihak MUI pun mengharamkan perayaan Valentine ini sebagaimana haramnya pelaksanaan Natal bersama. Fatwa Majelis Ulama Indonesia tentang haramnya umat Islam ikut menghadiri perayaan Natal masih jelas dan tetap berlaku hingga kini. Maka seharusnya juga ada fatwa yang mengharamkan perayaan valentine khusus buat umat Islam. (jangan tersinggung yeee….;))

Hal ini mengingat bahwa masalah ini bukan semata-mata budaya, melainkan terkait dengan masalah aqidah, di mana umat Islam diharamkan merayakan ritual agama dan hari besar agama lain.

Valentine Berasal dari Budaya Syirik.
Ken Swiger dalam artikelnya “Should Biblical Christians Observe It?” mengatakan, “Kata “Valentine” berasal dari bahasa Latin yang berarti, “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Maha Kuasa”. Kata ini ditunjukan kepada Nimroe dan Lupercus, tuhan orang Romawi”.

Disadari atau tidak ketika kita meminta orang menjadi “to be my Valentine”, berarti sama dengan kita meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala. Icon si “Cupid (bayi bersayap dengan panah)” itu adalah putra Nimrod “the hunter” dewa matahari.

Disebut tuhan cinta, karena ia rupawan sehingga diburu wanita bahkan ia pun berzina dengan ibunya sendiri. Islam mengharamkan segala hal yang berbau syirik, seperti kepercayaan adanya dewa dan dewi. Dewa cinta yang sering disebut-sebut sebagai dewa Amor, adalah cerminan aqidah syirik yang di dalam Islam harus ditinggalkan jauh-jauh. Padahal atribut dan aksesoris hari valentine sulit dilepaskan dari urusan dewa cinta ini.

Walhasil, semangat Valentine ini tidak lain adalah semangat yang bertabur dengan simbol-simbol syirik yang hanya akan membawa pelakunya masuk ke dalam keburukan (bahkan lebih parahnya lagi, ke dalam neraka).

Semangat valentine adalah Semangat Berzina
Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran sikap dan semangat. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal.

Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih. Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, petting bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh.

Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang, bukan nafsu libido biasa.

Padahal kasih sayang yang dimaksud adalah zina yang diharamkan. Orang barat memang tidak bisa membedakan antara cinta dan zina. Ungkapan make love yang artinya bercinta, seharusnya sedekar cinta yang terkait dengan perasan dan hati, tetapi setiap kita tahu bahwa makna make love atau bercinta adalah melakukan hubungan kelamin alias zina. Istilah dalam bahasa Indonesia pun mengalami distorsi parah.

Ustad Jefri mempunyai pertimbangan sendiri. Menurutnya, hari Kasih Sayang bagi Umat Islam adalah 10 Muharram, saat kita mengasihi dan menyantuni anak2 yatim-piatu. Itulah makna kasih sayang yang sesungguhnya, berbagi dengan orang yang (lebih) tidak beruntung dari kita.

Thursday, January 21, 2010

Adab dan ahlak terhadap guru dan ahlak menuntut ilmu

Adab dan Akhlak dalam Menuntut ilmu

Di dalam Al Qur’an diterangkan bahwa sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat orang-orang yang beriman dan berilmu. Ilmu merupakan sarana utama menuju kebahagiaan abadi. Ilmu merupakan pondasi utama sebelum berkata-kata dan berbuat. Dengan ilmu, manusia dapat memiliki peradaban dan kebudayaan. Dengan ilmu, manusia dapat memperoleh kehidupan dunia, dan dengan ilmu pula, manusia menggapai kehidupan akhirat.
Baik atau buruknya suatu ilmu, bukan karena ilmunya, melainkan karena niat dan tujuan si pemiliki ilmu. Ibarat pisau, tergantung siapa yang memilikinya. Jika pisau dimiliki oleh orang jahat, maka pisau itu bisa digunakan untuk membunuh, merampok atau mencuri. Tetapi jika dimiliki oleh orang baik, maka pisau itu bisa digunakan untuk memotong hewan qurban, mengiris bawang atau membelah ikan.
Beberapa hal yang dapat memperoleh kemudahan dalam menuntut ilmu:
1. taat beribadah, rajin bangun malam untuk sholat tahajud dan tafakur.
2. tidak berbuat maksiat
3. memuliakan/menghormati guru (adab murid kepada guru)
4. memuliakan/menghormati sahabat (adab murid kepada sesama murid)
5. memuliakan/menghormati kitab/buku (adab murid kepada pelajaran)
6. sering bergaul/berdiskusi dengan ulama (memuliakan ulama)membiarkan diri lapar ketika sedang belajar (rajin berpuasa).
adat menuntut ilmu:
Menuntut ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap muslim. Dan dalam menuntut ilmu itu ada beberapa ada yang harus diperhatikan, berikut di antaranya.
BEBERAPA ADAB MENUNTUT ILMU
1. Mengikhlaskan niat karena Allah ta’âlâ.
2. Berdoa kepada Allah ta’âlâ supaya mendapatkan taufiq dalam menuntut ilmu.
3. Bersemangat (antusias) untuk melakukan perjalanan dalam menuntut ilmu.
4. Berusaha semaksimal mungkin untuk menghadiri kajian-kajian ilmu.
5. Apabila ada seseorang yang datang belakangan di tempat kajian hendaknya tidak mengucapkan salam apabila dapat memotong pelajaran yang berjalan, kecuali kalau tidak mengganggu maka mengucapkan salam itu sunnah. (Pendapat Syaikh al-Utsaimin dalam Fatawa Islamiyyah:, jilid 1, hlm. 170)
6. Tidak mengamalkan ilmu merupakan salah satu sebab hilangnya barakah ilmu. Allah ta’âlâ mencela orang-orang yang tidak mengamalkan ilmunya dalam firman-Nya:
Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. (QS. ash-Shaf: 2-3)
Imam Ahmad rahimahullahu mengatakan: “Tidaklah aku menulis satu hadits pun dari Nabi n, kecuali telah aku amalkan, sampai ada hadits bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berbekam kemudian memberikan Abu Thaybah satu dinar,[1] maka aku pun memberi tukang bekam satu dinar tatkala aku dibekam.” (al-Adab asy-Syar’iyyah, jilid 2, hlm. 14)
Akhlak Terhadap Guru

Yang dimaksud dengan guru ialah orang yang berjasa mengajarkan ilmu
pengetahuan kepada murid. Dalam hal guru, bisa dibedakan antara guru
pengajar dan guru pendidik. Pengajar adalah orang yang berjasa
mentranfer ilmu pengetahuan, sedangkan pendidik adalah orang yang
berjasa menanamkan pola tingkahlaku tertentu. Ukuran keberhasilan
guru pengajar terletak pada kemampuannya mentransfer ilmu pengetahuan
sehingga si murid menguasai ilmu yang diajarkan.

Penguasaan ilmu oleh si murid dapat diketahui melalui metode ujian
atau test, dan tingkat penguasaannya dapat dituangkan dalam bentuk
nilai 0-100 atau indek prestasi 0-4. Sedangkan ukuran keberhasilan
guru pendidik dapat dilihat pada ketrampilan, kedisiplinan dan
konsistensi tingkahlaku anak didik sepanjang hidupnya.
Kedudukan guru dan orang tua dari segi etik adalah sejajar. Orang tua
berjasa membesarkan anak, sementara guru berjasa mengenalkan ilmu
pengetahuan dan menanamkan pola tingkahlaku sehingga memungkinkan
seseorang mengembangkan konsep dirinya beraktualisasi diri menjadi
sosok manusia yang didambakan, baik oleh dirinya maupun oleh
keluarganya atau bahkan oleh masyarakatnya. Peran orang tua dan peran
guru bisa dilakukan oleh dua orang yang berbeda, bisa juga oleh orang
yang sama. Maksudnya bisa terjadi seorang ayah atau ibu adalah juga
seorang guru bagi anaknya, baik guru dalam bidang ilmu pengetahuan
maupun guru dalam bidang kehidupan.

Dalam dunia persilatan, seorang guru atau suhu sangat dihormati dan
dipatuhi, baik secara teknis maupun secara etis. Kepatuhan adalah
sikap mental, oleh karena itu seorang guru tidak otomatis dipatuhi
oleh muridnya, melainkan terlebih dahulu hams membuktikan "kelebihan"
yang dimilikinya di mata murid.

Dalam dunia pendidikan, seseorang dapat tiba-tiba menjadi pengajar
dari suatu cabang ilmu pengetahuan, tetapi tidak untuk menjadi
pendidik. Dari pengalaman penulis dalam dunia pendidikan menjadi guru
di SD/SLP dan SLA, sepuluh tahun pertama penulis menjadi guru belum
cukup mengantarnya menjadi pendidik. Baru pada tahun ke tigabelas,
penulis merasa menjadi pendidik, bukan hanya sekedar menjadi
pengajar.. Pusat perhatian seorang pengajar adalah pada transfer ilmu
pengetahuan di kelas, dan kriterianya sudah diatur dalam metodologi
pengajaran. Seorang pengajar merasa telah menyelesaikan tugasnya di
kelas, dan apa yang terjadi di luar kelas merasa bukan menjadi bagian
tugasnya. Oleh karena itu seorang pengajar pada umumnya hanya jengkel
menghadapi problem murid, bukan memprihatinkannya.

Perasaan seorang pengajar kepada murid lebih terfokus pada konteks
dirinya sebagai petugas, bukan pada kontek murid sebagai anak didik.
Sedangkan pusat perhatian seorang pendidik adalah pada anak didik
sebagai kesatuan pribadi manusia. Seorang pendidik akan sangat sedih
jika melihat anak didiknya mengalami penurunan prestasi, dan is
berusaha mencari akar permasalahannya, tak peduli apakah
permasalahannya di kelas atau di luar kelas. Seorang pengajar akan
dengan mudah tidak masuk kelas hanya karena merasa terganggu
kesehatannya, tetapi seorang pendidik tetap akan berusaha hadir di
kelas meski kesehatannya kurang mengizinkan.

Penulis, pada tahun ke tigabelas menjadi guru, baru merasa menjadi
pendidik setelah bertemu dengan dua pengalaman:

Pertama: bergaul dengan seorang kepala sekolah yang sungguh sangat
dedikatip dalam dunia pendidikan. Kepala Sekolah tersebut seorang
yang sebenarnya berstatus sosial tinggi, tetapi perhatiannya kepada
tugas kependidikannya sangat tinggi. Ia selalu menengok mu-rid yang
sakit, menjenguk guru yang sakit, hadir dalam setiap undangan hajatan
wali murid, satu hal yang bagi penulis pada mulanya sangat
merepotkan, tetapi lama-kelamaan ikut menghayati makna tugas
kependidikan secara konprehensip.

Kedua: setelah penulis berkenalan dengan tugas-tugas guru Bimbingan
dan Penyuluhan (BP), atau Konseling pendidikan. Sebagai guru BP,
penulis akhirnya mengetahui problem yang sebenarnya dari seorang
murid sebagai anak manusia. Penulis menjumpai seorang murid yang
sebenarnya cerdas, religius, tetapi terkadang tiba-tiba berperilaku
aneh. Dari pendekatan yang selalu penulis lakukan akhirnya penulis
tahu bahwa murid tersebut mengalami problem krisis identitas. la
meragukan siapa jati dirinya setelah mengetahui dari guru biologinya
bahwa dari golongan darah yang dimilikinya tak mungkin lahir dari dua
orang yang selama ini dikenal sebagai ayah ibunya. Perasaan galau itu
menjadi lebih dalam setelah memperoleh informasi dari rumah sakit
bahwa pada tahun-tahun kelahiran dirinya pernah terjadi kasus bayi
tertukar. Krisis identitas itu ternyata berakibat sangat serius dalam
hubungan interpersonalnya dengan keluarganya, yang dampaknya melebar
ke prestasi belajarnya, dan integritas dirinya. Kasus lain pernah
penulis jumpai, seorang murid perempuan,

kelas tiga SLP sangat agresip kepada lelaki, termasuk kepada penulis.
Penulis sering dibuat terkesima dan kikuk oleh agressifitas murid
tersebut yang bernuansa seksual. Dari pendekatan yang penulis lakukan
dapat diketahui bahwa anak tersebut ditinggal mati ayahnya ketika
umur dua tahun dan sejak itu ibunya hidup menjanda. Gadis kecil itu
rupanya tumbuh dalam rumah tangga yang sangat memprihatinkan. Karena
rumahnya yang sempit ia sering memergoki ibunya berhubungan intim
dengan lelaki kekasihnya yang tidak pernah menikahinya. Gadis belia
itu telah teracuni oleh pemandangan yang tidak semestinya, tetapi
keadaan tidak membantu mencarikan jalan keluar. Gadis itu rajin
mengaji dan rajin menjalankan salat, dan prestasi sekolahnya juga
tidak terlalu mengecewakan, tetapi alam bawah sadarnya sering datang
muncul dalam wujud perilaku agressip, bahkan terhadap guru lelakinya
seperti yang dia lakukan kepada penulis.

Sebagai guru BP penulis bukan hanya berhubungan dengan mu-rid tetapi
juga dengan orang tua dari murid yang bermasalah, oleh karena itu
penulis banyak sekali berjumpa dengan problem-problem "kemanusiaan"
atau problem manusiawi, menyangkut murid, orang tua murid
(masyarakat) dan juga rekan guru. Sebagai manusia, penulis sering
mengalami konflik batin dalam menangani kasus-kasus konseling, tetapi
sebagai pendidik, keprihatinan seorang guru lebih dominan. Penulis
sangat akrab dengan problem anak didik, begitu akrabnya hingga
terkadang terjadi bias cinta, antara cinta seorang guru dan cinta
seorang lelaki.

Pengalaman berhubungan dengan problem anak didik (dan masyarakat) itu
mengantar penulis pada keindahan perasaan seorang guru, baik ketika
berhasil membantu orang lain maupun ketika menerima penghormatan yang
tulus dari murid-murid. Sebagai pendidik, penulis sangat tertantang
oleh problem yang dihadapi oleh murid (dan orang tuanya), seperti
gairahnya seorang petinju menemukan lawan tanding yang seimbang atau
lebih. Penulis sangat terharu ketika mengetahui bahwa ada sejumlah
murid, meski tidak berjumpa selama lebih dari duapuluh tahun tetapi
masih sering menyebut nama penulis sebagai gurunya ketika ia
menasehati anaknya atau muridnya.

Dalam tradisi Islam, akhlak seorang murid kepada guru diwujudkan
dalam berbagai bentuk, misalnya silaturrahmi secara berkala kepada
guru, memperioritaskan sedekah atau infaq materiil kepada nya,
memberi nama anaknya dengan nama guru, mohon nasehat dan doa restu
kepada guru setiap mempunyai hajat stratetgis, sampai kepada mengirim
fatihah dan menempatkan nama guru dalam susunan orang-orang yang
tercatat dalam teks doa setiap ba'da salat atau pada event-event
terten
Adab terhadap kepada guru
• menghormati dan memuliakan guru dan keluarganya dengan tulus dan ikhlas
• tunduk dan patuh terhadap semua perintah dan nasihat guru
• jujur dan setia bersama guru
• bersikap rendah hati, lembut dan santun kepada guru
• hendaknya memaafkan guru ketika beliau melakukan suatu kesalahan
• tidak menjelek-jelekan dan tidak memfitnah guru
• tidak menghianati dan tidak menyakiti hati guru
• berusaha melayani guru dengan sebaik-baiknya
• selalu berusaha menyenangkan hati guru
• memanggil guru dengan panggilan yang disukainya
• berusaha menyukai apa yang disukai oleh guru
• membiasakan diri memberikan hadiah kepada guru dan keluarganya sebagai tanda penghormatan kepada mereka
• tidak berjalan di depan guru ketika berjalan bersamanya
• tidak terbahak-bahak di depan guru
• tidak meninggikan suara ketika berbicara dengan guru
• selalu duduk dalam sikap sopan
• berusaha keras ( jihad ) dan tekad membuat kemajuan bersama guru

Friday, January 15, 2010

Liburanku

Liburan kmrn aq ke Jakarta nemuin ayuk. Krn ayuk kerja jd kami hanya jalan2 ke mal deket kantor ayuk, yaitu Plaza Semanggi. Di Plaza Semanggi ada tempat bermain, GameZone namanya. Sepintas tidak jauh berbeda dengan yang ada di Palembang, tapi disini permainannya lebih lengkap.

makan di CFC dulu sebelum bermain

aduh cepetan.. udah laper nih...

bermain tembak2an

belajar jd pemain basket

duet menjadi penabuh drum